Saat itu waktu menunjukkan pukul 19.10. Langit sudah mulai gelap dan saya baru saja tiba di Kedai Santoso. Awalnya hanya berencana untuk menenggak satu gelas cassanova sebelum memulai perjalanan menuju Jogja National Museum (JNM). Di meja itu saya bersama dengan Timoteus Anggawan dan Sadat Laope berbincang-bincang mengenai musik Risky Summerbee and The Honeythief. Dari musiknya yang berbau psychedelic hingga pop folk. Di malam itu juga, Risky akan mengadakan showcasenya yang bertempat di JNM. Topik pembicaraan malam itu di Kedai Santoso menjadi amat hangat karena kita menanti kejutan apa yang akan dibuat oleh Risky Summerbee and The Honeythief di pertunjukkannya.
Setelah 20 menit saya dan kedua teman menikmati satu gelas cassanova. Tanpa membuang banyak waktu kita langsung berangkat menuju JNM karena saya tidak ingin kehilangan momen. Lagipula saya sendiri sudah ditunggu oleh seorang fotografer bernama Doni Maulistia yang acap kali dipanggil Aul yang akan membantu dalam peliputan. Melalui rute jalan Gejayan, kemudian jalan Solo, berbelok kiri menyusuri daerah jembatan layang Lempuyangan, dan sempat berhenti di lampu merah perempatan gayam karena terhalang traffic light. Begitu lampu hijau menyala deru roda motor mulai dibawa menuju jalan Kusumanegara, belok kanan ke arah barat terus hingga setelah jembatan dan memasuki pelataran parkir JNM.
Setibanya di JNM, saya langsung menemui Aul untuk memberikan sebuah tiket untuk akses dia mengambil gambar. Sembari menunggu pertunjukkan dimulai, saya membuka obrolan dengan Aul di pendopo JNM. Perlahan-lahan kerumunan penonton mulai berdatangan. Rata-rata diantara mereka datang secara bergerombol bersama komunitas-komunitasnya masing-masing. Kerumunan penonton mulai terlihat penuh dibibir pintu masuk. Sebatang rokok pun mulai saya nyalakan untuk sekedar sebagai teman bercerita bersama Aul. Setengah batang rokok terhisap, dan suara Ican yang di daulat menjadi MC di acara ini mulai terdengar di dalam ruang pertunjukkan. Saya bergegas beranjak dari persinggahan saya di pendopo untuk kemudian menuju ruang pertunjukkan bersama Aul.
Ruang pertunjukkan yang mirip seperti basement karena berlantai dua. Lantai pertama dengan ruangan yang menjorok ke bawah tempat letaknya stage, dan lantai kedua tempat yang juga bisa melihat stage dari atas. Begitu masuk ruang pertunjukkan, baru beberapa orang saja yang berada dalam ruang tersebut.
“Cari spot yang oke yuk”, sahut Aul.
Saya bersama Aul kemudian mencari spot yang asik untuk melihat pertunjukan dan mengambil gambar tepatnya di depan sound out sebelah barat. Di dalam ruangan terdapat lampu sorot sekitar dua line berwarna kuning yang sedikit sekali menerangi stage.
Sisa rokok setengah batang yang saya hisap sejak dari luar mulai habis, Ican kemudian langsung memanggil penampil pertama untuk malam itu. Bad lovers Company dari Bandung tampil sebagi band pembuka. Sebagai band dari Bandung yang belum pernah saya lihat sebelumnya, Bad Lovers Company memunculkan rasa penasaran dalam diri saya. Namun, yang lebih mengherankan lagi kenapa hanya ada satu orang saja yang tampil. Rupanya Bad Lovers Company tidak tampil dengan formasi lengkap, hanya menyisakan satu orang saja yaitu si vokalis. Sebelum Bad Lovers Company memainkan lagunya, ada sedikit gangguan pada gitarnya. Gitar yang dimainkan tak kunjung mengeluarkan bunyinya. Spontan saja langsung diganti dengan gitar milik Risky yang ada di stage. Gangguan dapat teratasi, lagu pertama pun langsung dilantunkan. Kesan pertama yang saya dapat ketika mendengarkan lagu pertama adalah irama pop folk yang begitu mendominasi dan mudah ditebak. Empat buah lagu yang dibawakan oleh Bad Lovers Company semuanya bernuansa sama seperti lagu pertama. Tidak ada kejutan.
Kelar penampilan Bad Lovers Company, tanpa menunggu lama Ican langsung mempersilahkan kepada penampil kedua untuk unjuk gigi. Seorang gadis manis berbusana sederhana langsung berjalan menuju stage untuk kemudian duduk di belakang keyboardnya yang sudah tersedia. Frau begitu nama panggungnya. Membuka lagu pertama dengan judul Im a Sir. Frau langsung menohok para penonton dengan dentingan magis suara keyboardnya. Seketika suasana kemudian hening dan seluruh atensi tertuju pada Frau seorang. Selesai membawakan lagu pertama, Frau ditanggapi dengan tepuk tangan meriah dan teriakan keras dari penonton. Ini pertanda Frau mampu menarik simpati penonton dengan sukses. Sebelumnya Frau juga sukses memukau penonton pada penampilan tunggalnya di Via-Via Café. Sukses ini berlanjut pada lagu-lagu berikutnya yang dibawakan Frau malam itu di JNM. Tiap kali Frau selesai dengan lagunya penonton memberikan tanggapan dengan meriah. Total ada empat buah lagu dibawakan Frau dengan brilian.
Selesai dengan penampilan Frau, Ican mulai naik keatas pentas untuk memandu jalannya acara. Dengan humornya yang lawas namun tetap menggelitik, Ican mampu mencairkan suasana dan menghilangkan batasan-batasan formal. Tak lama berselang Acum muncul melalui lorong pintu masuk diikuti kemudian oleh Irwin. Keduanya adalah personil band yang bernama Bangkutaman yang menandai saatnya waktu bagi Bangkutaman tampil. Ada momen yang unik kala itu. Sebelum penampilannya, kru Bangkutaman membagikan bunga-bunga untuk penonton yang hadir. Dan saat lagu dimulai, penonton yang telah diberi bunga tersebut diinstruksikan untuk melempar bunga yang telah dibagikan ke arah stage. Saya tidak begitu paham maksud dari pembagian bunga itu, namun hal itu tetap menarik perhatian saya. Dedik si penggebuk drum datang dari arah yang sama untuk menyusul rekan-rekannya yang sudah siap memainkan alatnya. Memakai topi pancing yang populer untuk kalangan indiepop, Dedik pun mulai menyiapkan alatnya. Begitu semua siap dengan alat yang dimainkan masing-masing, suara bass terdengar pertama kali.
Lagu pertama dari band yang besar di Jogja, She Burn the Disco langsung dikumandangkan yang disusul dengan lemparan balik bunga oleh penonton ke arah stage. Saya perlahan mulai berdiri dari posisi semula yang hanya duduk-duduk saja. Saya memang selalu menyukai lagu ini. Kelar lagu pertama dikumandangkan, Acum menjelaskan bahwa dalam beberapa penampilan terakhirnya ritual pembagian bunga dan pelemparan balik bunga oleh penonton selalu dilakukannya. Namun, tetap saja saya tidak paham dengan maksud dan tujuannya. Bangkutaman membawakan beberapa lagu dari album mereka Garage Of The Soul dan mengcover dua buah lagu dari band yang kurang akrab di telinga saya. Sambutan penonton untuk Bangkutaman tidak kalah dari Frau, tetap meriah.
Selesai dengan penampilan Bangkutaman, kini gihliran yang punya hajat naik pentas, Risky Summerbee and The Honey Thief. Sebuah penampilan yang sangat saya tungu-tunggu. Risky yang memakai setelan kemeja putih dipadu dengqan celana jeans gelap. Kemudian Erwin yang memakai setelan yang hampir sama dengan Risky yakni kemeja putih dipasangkan dengan celana jeans berwarna biru kusam ditambah dengan topi. Doni yang memakai sandangan kaos hitam dan jeans yang berwarna gelap dilengkapi dengan topi army. Nadya memakai baju terusan berwarna abu-abu dipadu dengan sepatu boots berwarna hitam. Terakhir Sevri yang memakai kaos sederhana bermotif handrawing berwarna biru muda dengan perpaduan celana jeans berwarna gelap, semuanya telah hadir diatas pentas dan siap menampilkan performa terbaiknya pada showcasenya kali ini.
Nadya duduk di belakang keyboard yang dikedua sisinya dihiasi oleh bunga berwarna oranye. Memulai penampilan malam itu dengan dentingan keyboardnya yang menggugah selera sebagai intro untuk lagu berjudul Overture. Disusul langsung oleh betotan bass dari Doni lalu serentak semua mulai diikuti sorot lampu ke arah RSTH yang semakin terang namun tidak menyilaukan. Lagu Overture sekaligus menandakan bahwa malam ini akan menjadi salah satu malam yang tak akan dilupakan oleh Risky Summerbee and The Honey Thief. Sebuah showcase yang digagas sebagai penanda bahwa albumnya yang bertajuk The Place I wanna Go telah diedarkan di pasar.
Album The Place I wanna Go sendiri berada di bawah naungan Dialectic Records. Sebuah label yang dimiliki sendiri oleh Risky Summerbee and The Honey Thief. Inisiatif untuk membentuk label sendiri didasari atas respon positif dari kalangan indie jakarta tatkala Risky Summerbee and The Honey Thief bermain di Jakarta pada tahun 2008. Apresiasi dari publik yang positif terhadap Risky Summerbee and The Honey Thief semakin memantapkan jejak musik mereka dalam scene musik nasional. Tawaran konsep bermusik yang unik serta artistik yang tertata rapi membuat Risky Summerbee and The Honey Thief selalu ditunggu oleh penikmat musik di setiap kemunculannya. Berbekal hal tersebut mereka bekerjasama dengan Demajor di Jakarta. Demajor adalah sebuah label di Jakarta yang membantu distribusi dari penjualan album Risky Summerbee and The Honey Thief.
Risky Summerbee and The Honey Thief berawal dari sebuah komunitas teater yang berinisiatif untuk membentuk band. Terbiasa dengan performance art, mereka menuangkan kerumitan dan kedewasaan isi kepala mereka ke dalam musiknya. Inti musik mereka berpijak pada gagasan, ide, dan konsep yang diolah dengan matang tanpa harus terjebak pada satu genre musik tertentu. Bisa dilihat dari karya-karya mereka yang bernuansa pop folk, sedikit bumbu psychedelic, dan racikan rock progresif diaduk dalam blues.
Lagu pertama selesai dimainkan. Nuansa eksperimental terasa kental dibalut dengan aroma pop yang dinamis namun tetap terasa enak di telinga. Lagu kedua kembali digerung tanpa jeda waktu yang lama. A Walk The Country Mile diputar seolah ingin kembali mengajak penonton hanyut kedalam alunan blues yang mengalir dan mengajak penonton untuk menyelami keidahan blues yang bercumbu dengan nada-nada unik progresif. Disusul kemudian dengan Love affair # 9. Setelah beberapa lagu selesai dimainkan kancing pertama kemeja risky mulai terlepas. Udara ruangan yang panas dan sedikit pengap dengan kepulan asap rokok disana-sini semakin menambah suasana panas di dalam ruang pertunjukan.
Pada lagu ke empat, Nadya memainkan solonya disusul kemudian oleh lagu yang berjudul She Flies Alone dan With You. Alunan nada pop folk diramu dengan irama psychadelic disajikan Risky Summerbee and The Honey Thief dengan tepat.
Penampilan berikutnya menjadi sangat menarik ketika pada lagu With A little Help From My Friend, Risky Summerbee and The Honey Thief berkolaborasi dengan Jimmy Mahardika, salah satu personil dari SeekSixSick. Lagu ini sangat eksperimental dan bernuansa rock progresif namun tetap tidak menghilangkan taste bermusik Risky Summerbee and The Honey Thief. Pada penampilan di lagu tersebut Erwin tidak memakai gitarnya namun dia bermain keyboard.
Begitu pula pada kolaborasi selanjutnya, Risky Summerbee and The Honey Thief tetap tampil maksimal. Slap and Kiss dibawakan Risky Summerbee and The Honey Thief berkolaborasi dengan Arie Wulu atau lebih dikenal dengan Midi Junkie. Dengan nuansa yang lebih ke elektronik Risky Summerbee and The Honeythief mampu memanjakan telinga para penonton yang memang sudah dibuat terperangah oleh penampilan Risky Summerbee and The Honey Thief malam itu.
Setelah sesi kolaborasi selesai, Risky Summerbee and The Honey Thief kembali menghajar telinga penonton dengan lagu berjudul Make A Print Of Me, Fire Flies dan On a Bus. Pada dua lagu terakhir ini Risky memainkan Keyboard. Erwin kembali memainkan gitarnya dan Nadya tetap pada posisi semula meainkan keyboard. Flight To Amsterdam dilantunkan Riky Summerbee and The Honey Thief. Lagu ini bercerita tentang pejuang hak asasi manusia, Munir. Sebuah lagu yang menggugah. Sebagai lagu penutup The Place I Wanna Go dibawakan oleh Risky Summerbee and The Honey Thief. Di lagu terakhir yang dijadikan klimaks itu pula Risky Summerbee and The Honey Thief banyak mengucapkan terima kasih yang disusun dengan padat dan mencakup semua. Pantas saja saya tidak banyak melihat Risky berbicara diantara jeda lagu. Rupanya sudah disiapkan diakhir acara dan sekali lagi disampaikan dengan padat. Sebuah pertunjukkan klimaks dari Risky Summerbee and The Honey Thief.
dipublikasikan di www.ItsMusicBoxToday.com
Pertunjukkan Klimaks dari Risky Summerbee and The Honey Thief.
Diposting oleh Purnawan Seyo di 16.33
Langganan:
Postingan (Atom)